TUHIQ PAHATUQ “GERONT”
(Anak yatim bernama Geront)
Senja,
matahari kembali ke peristrahatanya di upuk barat dengan cahaya yang sangat lemah
dan kemudian sirna diikuti suara ayam berkokok diatas pohon peraduannya, angin
berhembus dengan malas membawa awan hitam bagaikan gumpalan asap yang
membumbung tinggi diiringi langit yang merah merona dengan hiasan kelelawar
mulai berterbangan diatas cakrawala. Senja, sang cahaya mulai sirna diganti
dengan kegelapan pekat yang sanggup membuat setitik cahaya menjadi lebih
berharga dibandingkan emas dan logam mulia lainnya, Geront mulai resah diambang
pintu ditemani kesunyian senja, rasa lapar setelah bermain seharian melengkapi
penantian panjangnya akan kehadiran orang tua yang akan membuat makan malam
untuk dinikmati bersama. Setelah melewati detik-detik berlalu dalam
kekalutanya, akhirnya Geront mencapai akhir dari penantian panjangnya, dimana
orang tua Geront telah tiba dirumah diiringi kegelapan dan bunyi jangkrik serta
binatang nocturnal lainya. Geront melompat dengan girang dan mengutarakan bahwa
dia sangat-sangat lapar kepada kedua orang tuanya.
“Anak-anak seusia mu harusnya sudah bisa
membuat makanan sendiri”, itulah kata yang di ucapakan Rane kepada Geront. Rane adalah ibu kadung Geront, seorang anak
yang baru menginjak masa remaja dan berumur 12 tahun. Kenapa? Bukankah aku memiliki orang tua? Suatu
saat aku akan belajar bagaimana membuat makanan sendiri tapi sekarang bukan
saat yang tepat untuk belajar hal-hal semacam itu. Itulah kata yang diucapkan Geront
kepada ibunya ketika diberi nasehat, Geront merupakan anak tunggal yang lahir
dari pasangan Rane dan Upau. Ayah dan
Ibu Geront adalah orang-orang yang disegani di desa ‘Enggkalangk’ yaitu desa tempat mereka menetap saat ini karena memiliki
sifat dan akhlak yang sangat mulia meski mereka bukan penduduk asli desa
tersebut, orang tua Geront berasal dari daerah yang sangat jauh hingga penduduk
desa tidak pernah tahu nama tempat asal kedua orang tua Geront. mereka adalah
orang-orang yang terpaksa meninggalkan tempat asal mereka karena tempat
tersebut diserang sebuah wabah penyakit yang sangat mengerikan, sehingga jika
masih ingin bertemu matahari esok hari langkahkan kaki sejauh mungkin
meninggalkan desa untuk selamanya adalah satu-satunya jalan keluar. Orang tua Geront
selalu ada saat para penduduk desa mengalami musibah dan membutuhkan
pertolongan. Yah, biarkan saja bu, nanti dia akan sadar bahwa apa yang kita
katakan adalah suatu hal yang sangat penting untuk anak seusianya, ayah Geront
memberikan saran dan juga sekaligus sindiran terhadap istri dan anaknya.
Hari-hari
berlalu dengan cepat dan tanpa bisa dihentikan oleh siapapun, tidak oleh
kekuatan manusia. Dan hal inilah yang terjadi dalam kehidupan Geront, terlahir
kedunia dan dianugrahi fisik yang sempurna, memiliki badan yang sehat dan kuat,
tumbuh dalam dekapan kasih sayang orang tua yang sempurna. Sebagai anak
tunggal, Geront hidup dengan prioritas utama oleh kedua orang tuanya, baik
dalam hal kasih sayang dan juga keinginan yang selalu terpenuhi membuat Geront
tumbuh menjadi remaja yang manja, orang tua Geront adalah petani yang giat dan
tangguh. Tidak ada kata lelah dalam hari-hari orang tua Geront, hasil kebun
adalah perioritas dan target yang harus dikejar menyebabkan semua waktu yang
dimiliki mereka dihabiskan di kebun. Pertarungan melawan kebangkitan sang
matahari di upuk timur selalu dimenangkan orang tua Geront demi memastikan
semuanya berjalan lancar. Bagaimana tidak, jika pertarungan ini dimenangkan
oleh sang matahri maka sudah pasti kebun yang mereka garap dengan seluruh kemampuan
selama ini akan musnah, mengapa? Karena hutan disekeliling kebun dihuni oleh Kera-kera
yang tidak pernah memiliki bahan pangan yang melimpah, selalu kelaparan selalu
mencari celah dimana dan kapan kebun manusia tanpa pengawasan sang pemilik dan
disitulah surga dunianya para Kera-kera ini. Tentunya memastikan Geront
memiliki bahan makanan yang cukup untuk satu hari penuh merupakan hal wajib
bagi orang tua geront, tidak satupun orang tua yang akan membiarkan
anak-anaknya menderita apalagi kekurangan makanan, hal ini tentunya berlaku dan
wajib bagi orang tua Geront dihiasi dengan kasih sayang tiada tara tentunya.
Hari-hari
Geront berlalu dan diisi dengan aktifitas bermain dan bermalas-malasan dirumah.
Geront tidak pernah tau bagaimana caranya berkebun, sehingga Ia malas dan tidak
pernah terlibat dalam urusan orang tuanya dikebun, jangankan terlibat langsung,
mengetahui letak pasti dari kebun orang tuanya saja tidak.
Tenggelam
dalam dunianya sendiri, Geront tersadar dan mendapatkan sang dewa cahaya telah
menambatkan bahtranya di upuk barat dan sebentar lagi akan tenggelam dihempas
ganasnya ombak sang waktu yang terus menghantui dengan kecepatannya. Ini jelas
suatu pertanda, yah pertanda bahwa alam telah memberikan peritah nyata waktu
bermain hari ini telah habis dan ini merupakan saat yang tepat untuk pulang dan
menemui orang tuanya. Diiringi suara gemuruh dari dalam perutnya jelas bahwa Geront
lapar, dalam perjalanan pulangnya Geront membayangnya bagaimana jika suatu saat
Ia kehilangan orang tuanya? Siapa yang akan membuatkan makanan untuk dirinya?
Siapa yang akan mencari nafkah untuk dirinya? Haruskah dia kawatir? Tentu
harus, seorang anak remaja yang hidup dimana kata instan belum terdaftar dalam kamus besar bahasa indonesia (KBBI)
dan tidak bisa melakukan apa-apa termasuk membuat makanan untuk dirinya sendiri
harus merasa cemas atas bayangan dan imajinasi yang ada dalam pikirannya jika
saja terjadi, walaupun hal itu tentu saja kemungkinan terburuk dan rasio
terjadinya sangat rendah. Tersadar dari lamunannya, geront telah menatap tangga
tumahnya, denga lesu ia menapaki anak tangga satu demi satu. Setelah berhasil melakukan pendakian atas tangga
tumah yang sebenarrnya hanya beberapa anak tangga namun terasa ribuan akibat
pikiran yang terus merasuki dirinya akan
masa depan, Geront perlahan membuka pintu rumah dan menyadari hari telah
benar-benar gelap dan orang tuanya belum juga pulang dari kebun. Kekawatiran Geront
pun semakin memuncak, Geront mengetahui secara pasti kapan orang tuanya tiba
dirumah. Katerlambatan orang tuannya kali ini membuatnya risau, bukan karena rasa
lapar yang menyayat dari dalam perutnya. Tapi firasat dan buah dari fikiran
dalam perjalanan tadi yang membuat geront risau. Setelah sekitar satu jam
menanti, Geront akhirnya memustuskan untuk memberitahukan kepada para penduduk
desa lainnya akan keterlambatan tidak wajar atas kepulangan orang tuanya. Dan
seluruh penduduk desa berkumpul dan kemudian mendatangi kebun orang tua Geront,
kali ini Geront mengesampingkan rasa laparnya dan ikut dalam rombongan warga
desa menuju kebun kedua orang tuanya. Dalam kegelapan malam dan hanya cahaya
remang-remang dari obor yang berjuang mengalahkan pekatnya kegelapan malam
menjadi sumber cahaya, akhirnya rombongan tiba di kebun orang tua Geront,
alangkah terkejutnya mereka melihat apa yang terjadi. Dua sosok manusia
terbaring di Dangau (pondok di
ladang) dalam keadaan tidak bernyawa, Geront jatuh pingsan dan tidak sadarkan
diri.
Dengan
berat Geront membuka mata, hal pertama yang ia sadari adalah perpaduan
suara-suara para penduduk desa, perpaduan antara cahaya lampu-lapu pelita dan
sebagian kegelapan menjadi hal kontras ketika ia sadar kembali. Geront mencoba
mengingat kembali apa yang terjadi dan berharap apa yang ada dalam ingatanya
adalah mimpi semata, Geront bangun dan mendapatkan dirinya sudah berada di
rumah kediamannya sendiri. Dan setalah bangkit berdiri Geront pun mendapatkan
bahwa kedua orang tuanya telah terbaring tanpa mampu mengatakan hal-hal yang sangat
ingin diketahuinya, berbaring dan akan terus diam untuk selamanya. Geront
menyadari bahwa dirinya telah menjadi anak yatim piatu dan akan menjalani
hidupnya sendirian, mungkin untuk selamanya.
Acara
pemakaman orang tua Geront berlangsung 8 hari 8 malam berdasarkan adat yang
diyakini dan dijalani masyarakat setempat, semua kegiatan upacara dan juga
proses pemakaman dilakukan oleh penduduk desa atas mandat kepala suku setempat.
Sementara Geront hanya berbaring di tempat tidur seolah-olah tempat tidur mampu
menjawab semua keluhan, rasa kawatir, dan pertanyaan yang ada dibenaknya. Semua
kebutuhan dalam pelaksanaan upacara diambil dari harta Almalhum kedua orang tua
Geront, baik sayur, daging, gong, guci dan lain-lain. Setelah upacara pemakaman
selesai, dimana waktu berjalan begitu tidak menentu bagi Geront. kadang ia
merasa waktu begitu cepat berlalu dan kadang begitu lambat, semua warga desa
yang terlibat dalam proses pemakaman kedua orang tuanya telah kembali kerumah
mereka masing-masing untuk melanjutkan hidup.
Tinggallah
Geront sendiri dirumahnya, dia kemudian mendatangi Kepala suku di desanya dan
bertanya apa yang menyebabkan orang tuanya meninggal, dan kepala suku
menjelaskan kalau kedua orang tuanya adalah korban dari para pe-ngayau (orang dari daerah lain yang
datang untuk menaklukkan desa-desa lainnya untuk membuktikan kewibawaan kaum
mereka). Geront pun kembali kerumahnya dengan perasaan hampa, tidak tahu apa
yang harus dilakukan, balas dendam? Tidak mungkin pikirnya, mengetahui suku
pelakunya saja tidak dan juga tidak ada saksi. Setibanya dirumah, Geront
menyadari bahwa semua harta milik keluarga kecilnya telah habis digunakan dalam
proses pemakaman kedua orang tuanya, Geront memberanikan diri untuk mendatangi kebun
peninggalan kedua orang tuanya namun yang tersisa hanya rumput liar yang merasa
bahagia karena memenangkan pertarungan dengan tanaman-tanaman milik
keluarganya, sebagian dari isi kebun tersebut digunakan dalam upacara
pemakaman, sebagian lagi dimakan Kera-kera musuh abadi ibu dan ayahnya. Geront
pun kembali kerumah dengan rasa kecewa, setibanya dirumah Geront menyadari satu
hal yang sangat menakutkan. Ia merasakan lapar mulai merayap dalam perutnya
menciptakan bunyi gemuruh yang lebih menakutkan dibandingkan bunyi guntur terdasyat
sekalipun, Geront tidak tahu bagaimana caranya menyalakan api, bagaimana
menanak nasi, tidak ada satu pun yang ia ketahui. Dan ternyata persediaan beras
pun sudah dihabiskan saat proses pemakaman orang tuanya, akhirnya Geront pun
duduk diambang pintu ditemani rintik-rintik air yang semakin deras jatuh menuju
kemana seharusnya semuan akan kembali pada akhirnya. Yah, itulah air mata anak
yatim bernama Geront.
Geront
memutuskan untuk mencoba belas kasih dari warga desa, semoga meraka mengingat
jasa Almalhum kedua orang tuanya terhadapa mereka disaat-saat genting kehidupan
mereka. Namun tidak ada satu wargapun yang perduli terhadap Geront, semua mengabaikannya
karena sosok Geront yang mereka kenal adalah anak manja yang tidak berbakti
kepada orang tuanya. Tidak ada yang memberikan makanan kepada Geront, dengan
rasa marah dan dendam meciptakan rasa sakit yang teramat sangat Geront
memutuskan mengembara meninggalkan desa tersebut, Ia bertahan hidup dari
buah-buahan liar dihutan.
Pada
akhir perjalanan panjangnya, Geront pun tiba disebuat desa yang berpenduduk
sangat sedikit, Hanya sekitar 6 kepala keluarga. Dan di desa inilah Geront
bertemu seorang nenek yang hidup sendiri, kepada orang inilah geront mengadu
apa yang telah menimpanya dan bagaimana para penduduk desa yang tidak
menerimanya dengan baik dan melupakan jasa-jasa
Almalhum kedua orang tuannya kepada mereka. Geront pun diterima di desa
dan diangkat menjadi anak oleh nenek barunya tersebut, akhirnya Geront pun
tumbuh dewasa dan merubah pola hidup serta belajar bagaimana cara-cara bertani,
membuat makanan sendiri dan lain-lain, semua diajari oleh penduduk desa
termasuk nenek barunya. Warga desa merasa iba dengan nasib buruk yang menimpa Geront.
Geront menikah dengan wanita yang berasal dari desa tersebut dan memiliki 7
orang anak, saat hampir wafat Geront berpesan kepada anak-anaknya agar cerita
dan pengalaman hidup geront harus terus diceritakan dari generasi ke generasi
agar tidak ada yang mengalami nasib serupa seperti dirinya.
Berikut adalah beberapa pesan geront:
n Jangan
membanggakan harta dan kekayaan orang tuamu, karena kamu tidak pernah tahu
kapan semua itu direnggut darimu
n Jangan
menjadi anak malas dan kerjakanlah apa yang sudah bisa kamu kerjakan, karena
itu akan menjadi pengalaman yang berharga dikemudian hari
n Jangan
selalu mengandalkan orang tua mu, karena mereka tidak selamanya ada didalam
kehidupanmu. Tapi cintailah meraka melebihi segalanya karena waktu mu bersama
mereka tidak lebih panjang dari perjalanan sang matahari menerangi bumi.
n Jangan
mengharapkan balas budi dari orang lain atas jasa kamu dan orang tua mu, karena
itu bisa saja membuat mu manja dan bersifat memberi dan mengharapkan kembali
Sekian cerita anak
yatim ‘Geront’ dari desa ‘Enggkalangk’ semoga bisa menjadi
referensi dalam kehidupan kita semua.
“SALAM PENULIS”
0 komentar:
Posting Komentar
silahkan memberi komentar dengan catatan harus sopan dan tidak menyinggung pihak manapun!!!
untuk hal yang bersifat pribadi silahkan kirimkan ke yerrydhankerz@gmail.com