CERITA RAKYAT: TUHIQ PAHATUQ “GERONT” (Anak Yatim) ~ Y-PRODUCTION BLOG

Minggu, 08 Desember 2013

CERITA RAKYAT: TUHIQ PAHATUQ “GERONT” (Anak Yatim)


TUHIQ PAHATUQ “GERONT”
(Anak yatim bernama Geront)

Senja, matahari kembali ke peristrahatanya di upuk barat dengan cahaya yang sangat lemah dan kemudian sirna diikuti suara ayam berkokok diatas pohon peraduannya, angin berhembus dengan malas membawa awan hitam bagaikan gumpalan asap yang membumbung tinggi diiringi langit yang merah merona dengan hiasan kelelawar mulai berterbangan diatas cakrawala. Senja, sang cahaya mulai sirna diganti dengan kegelapan pekat yang sanggup membuat setitik cahaya menjadi lebih berharga dibandingkan emas dan logam mulia lainnya, Geront mulai resah diambang pintu ditemani kesunyian senja, rasa lapar setelah bermain seharian melengkapi penantian panjangnya akan kehadiran orang tua yang akan membuat makan malam untuk dinikmati bersama. Setelah melewati detik-detik berlalu dalam kekalutanya, akhirnya Geront mencapai akhir dari penantian panjangnya, dimana orang tua Geront telah tiba dirumah diiringi kegelapan dan bunyi jangkrik serta binatang nocturnal lainya. Geront melompat dengan girang dan mengutarakan bahwa dia sangat-sangat lapar kepada kedua orang tuanya.
Anak-anak seusia mu harusnya sudah bisa membuat makanan sendiri”, itulah kata yang di ucapakan Rane kepada Geront. Rane adalah ibu kadung Geront, seorang anak yang baru menginjak masa remaja dan berumur 12 tahun.  Kenapa? Bukankah aku memiliki orang tua? Suatu saat aku akan belajar bagaimana membuat makanan sendiri tapi sekarang bukan saat yang tepat untuk belajar hal-hal semacam itu. Itulah kata yang diucapkan Geront kepada ibunya ketika diberi nasehat, Geront merupakan anak tunggal yang lahir dari pasangan Rane dan Upau. Ayah dan Ibu Geront adalah orang-orang yang disegani di desa ‘Enggkalangk’ yaitu desa tempat mereka menetap saat ini karena memiliki sifat dan akhlak yang sangat mulia meski mereka bukan penduduk asli desa tersebut, orang tua Geront berasal dari daerah yang sangat jauh hingga penduduk desa tidak pernah tahu nama tempat asal kedua orang tua Geront. mereka adalah orang-orang yang terpaksa meninggalkan tempat asal mereka karena tempat tersebut diserang sebuah wabah penyakit yang sangat mengerikan, sehingga jika masih ingin bertemu matahari esok hari langkahkan kaki sejauh mungkin meninggalkan desa untuk selamanya adalah satu-satunya jalan keluar. Orang tua Geront selalu ada saat para penduduk desa mengalami musibah dan membutuhkan pertolongan. Yah, biarkan saja bu, nanti dia akan sadar bahwa apa yang kita katakan adalah suatu hal yang sangat penting untuk anak seusianya, ayah Geront memberikan saran dan juga sekaligus sindiran terhadap istri dan anaknya.
Hari-hari berlalu dengan cepat dan tanpa bisa dihentikan oleh siapapun, tidak oleh kekuatan manusia. Dan hal inilah yang terjadi dalam kehidupan Geront, terlahir kedunia dan dianugrahi fisik yang sempurna, memiliki badan yang sehat dan kuat, tumbuh dalam dekapan kasih sayang orang tua yang sempurna. Sebagai anak tunggal, Geront hidup dengan prioritas utama oleh kedua orang tuanya, baik dalam hal kasih sayang dan juga keinginan yang selalu terpenuhi membuat Geront tumbuh menjadi remaja yang manja, orang tua Geront adalah petani yang giat dan tangguh. Tidak ada kata lelah dalam hari-hari orang tua Geront, hasil kebun adalah perioritas dan target yang harus dikejar menyebabkan semua waktu yang dimiliki mereka dihabiskan di kebun. Pertarungan melawan kebangkitan sang matahari di upuk timur selalu dimenangkan orang tua Geront demi memastikan semuanya berjalan lancar. Bagaimana tidak, jika pertarungan ini dimenangkan oleh sang matahri maka sudah pasti kebun yang mereka garap dengan seluruh kemampuan selama ini akan musnah, mengapa? Karena hutan disekeliling kebun dihuni oleh Kera-kera yang tidak pernah memiliki bahan pangan yang melimpah, selalu kelaparan selalu mencari celah dimana dan kapan kebun manusia tanpa pengawasan sang pemilik dan disitulah surga dunianya para Kera-kera ini. Tentunya memastikan Geront memiliki bahan makanan yang cukup untuk satu hari penuh merupakan hal wajib bagi orang tua geront, tidak satupun orang tua yang akan membiarkan anak-anaknya menderita apalagi kekurangan makanan, hal ini tentunya berlaku dan wajib bagi orang tua Geront dihiasi dengan kasih sayang tiada tara tentunya.
Hari-hari Geront berlalu dan diisi dengan aktifitas bermain dan bermalas-malasan dirumah. Geront tidak pernah tau bagaimana caranya berkebun, sehingga Ia malas dan tidak pernah terlibat dalam urusan orang tuanya dikebun, jangankan terlibat langsung, mengetahui letak pasti dari kebun orang tuanya saja tidak.
Tenggelam dalam dunianya sendiri, Geront tersadar dan mendapatkan sang dewa cahaya telah menambatkan bahtranya di upuk barat dan sebentar lagi akan tenggelam dihempas ganasnya ombak sang waktu yang terus menghantui dengan kecepatannya. Ini jelas suatu pertanda, yah pertanda bahwa alam telah memberikan peritah nyata waktu bermain hari ini telah habis dan ini merupakan saat yang tepat untuk pulang dan menemui orang tuanya. Diiringi suara gemuruh dari dalam perutnya jelas bahwa Geront lapar, dalam perjalanan pulangnya Geront membayangnya bagaimana jika suatu saat Ia kehilangan orang tuanya? Siapa yang akan membuatkan makanan untuk dirinya? Siapa yang akan mencari nafkah untuk dirinya? Haruskah dia kawatir? Tentu harus, seorang anak remaja yang hidup dimana kata instan belum terdaftar dalam kamus besar bahasa indonesia (KBBI) dan tidak bisa melakukan apa-apa termasuk membuat makanan untuk dirinya sendiri harus merasa cemas atas bayangan dan imajinasi yang ada dalam pikirannya jika saja terjadi, walaupun hal itu tentu saja kemungkinan terburuk dan rasio terjadinya sangat rendah. Tersadar dari lamunannya, geront telah menatap tangga tumahnya, denga lesu ia menapaki anak tangga satu demi satu. Setelah  berhasil melakukan pendakian atas tangga tumah yang sebenarrnya hanya beberapa anak tangga namun terasa ribuan akibat pikiran yang terus merasuki  dirinya akan masa depan, Geront perlahan membuka pintu rumah dan menyadari hari telah benar-benar gelap dan orang tuanya belum juga pulang dari kebun. Kekawatiran Geront pun semakin memuncak, Geront mengetahui secara pasti kapan orang tuanya tiba dirumah. Katerlambatan orang tuannya kali ini membuatnya risau, bukan karena rasa lapar yang menyayat dari dalam perutnya. Tapi firasat dan buah dari fikiran dalam perjalanan tadi yang membuat geront risau. Setelah sekitar satu jam menanti, Geront akhirnya memustuskan untuk memberitahukan kepada para penduduk desa lainnya akan keterlambatan tidak wajar atas kepulangan orang tuanya. Dan seluruh penduduk desa berkumpul dan kemudian mendatangi kebun orang tua Geront, kali ini Geront mengesampingkan rasa laparnya dan ikut dalam rombongan warga desa menuju kebun kedua orang tuanya. Dalam kegelapan malam dan hanya cahaya remang-remang dari obor yang berjuang mengalahkan pekatnya kegelapan malam menjadi sumber cahaya, akhirnya rombongan tiba di kebun orang tua Geront, alangkah terkejutnya mereka melihat apa yang terjadi. Dua sosok manusia terbaring di Dangau (pondok di ladang) dalam keadaan tidak bernyawa, Geront jatuh pingsan dan tidak sadarkan diri.
Dengan berat Geront membuka mata, hal pertama yang ia sadari adalah perpaduan suara-suara para penduduk desa, perpaduan antara cahaya lampu-lapu pelita dan sebagian kegelapan menjadi hal kontras ketika ia sadar kembali. Geront mencoba mengingat kembali apa yang terjadi dan berharap apa yang ada dalam ingatanya adalah mimpi semata, Geront bangun dan mendapatkan dirinya sudah berada di rumah kediamannya sendiri. Dan setalah bangkit berdiri Geront pun mendapatkan bahwa kedua orang tuanya telah terbaring tanpa mampu mengatakan hal-hal yang sangat ingin diketahuinya, berbaring dan akan terus diam untuk selamanya. Geront menyadari bahwa dirinya telah menjadi anak yatim piatu dan akan menjalani hidupnya sendirian, mungkin untuk selamanya.
Acara pemakaman orang tua Geront berlangsung 8 hari 8 malam berdasarkan adat yang diyakini dan dijalani masyarakat setempat, semua kegiatan upacara dan juga proses pemakaman dilakukan oleh penduduk desa atas mandat kepala suku setempat. Sementara Geront hanya berbaring di tempat tidur seolah-olah tempat tidur mampu menjawab semua keluhan, rasa kawatir, dan pertanyaan yang ada dibenaknya. Semua kebutuhan dalam pelaksanaan upacara diambil dari harta Almalhum kedua orang tua Geront, baik sayur, daging, gong, guci dan lain-lain. Setelah upacara pemakaman selesai, dimana waktu berjalan begitu tidak menentu bagi Geront. kadang ia merasa waktu begitu cepat berlalu dan kadang begitu lambat, semua warga desa yang terlibat dalam proses pemakaman kedua orang tuanya telah kembali kerumah mereka masing-masing untuk melanjutkan hidup.
Tinggallah Geront sendiri dirumahnya, dia kemudian mendatangi Kepala suku di desanya dan bertanya apa yang menyebabkan orang tuanya meninggal, dan kepala suku menjelaskan kalau kedua orang tuanya adalah korban dari para pe-ngayau (orang dari daerah lain yang datang untuk menaklukkan desa-desa lainnya untuk membuktikan kewibawaan kaum mereka). Geront pun kembali kerumahnya dengan perasaan hampa, tidak tahu apa yang harus dilakukan, balas dendam? Tidak mungkin pikirnya, mengetahui suku pelakunya saja tidak dan juga tidak ada saksi. Setibanya dirumah, Geront menyadari bahwa semua harta milik keluarga kecilnya telah habis digunakan dalam proses pemakaman kedua orang tuanya, Geront memberanikan diri untuk mendatangi kebun peninggalan kedua orang tuanya namun yang tersisa hanya rumput liar yang merasa bahagia karena memenangkan pertarungan dengan tanaman-tanaman milik keluarganya, sebagian dari isi kebun tersebut digunakan dalam upacara pemakaman, sebagian lagi dimakan Kera-kera musuh abadi ibu dan ayahnya. Geront pun kembali kerumah dengan rasa kecewa, setibanya dirumah Geront menyadari satu hal yang sangat menakutkan. Ia merasakan lapar mulai merayap dalam perutnya menciptakan bunyi gemuruh yang lebih menakutkan dibandingkan bunyi guntur terdasyat sekalipun, Geront tidak tahu bagaimana caranya menyalakan api, bagaimana menanak nasi, tidak ada satu pun yang ia ketahui. Dan ternyata persediaan beras pun sudah dihabiskan saat proses pemakaman orang tuanya, akhirnya Geront pun duduk diambang pintu ditemani rintik-rintik air yang semakin deras jatuh menuju kemana seharusnya semuan akan kembali pada akhirnya. Yah, itulah air mata anak yatim bernama Geront.
Geront memutuskan untuk mencoba belas kasih dari warga desa, semoga meraka mengingat jasa Almalhum kedua orang tuanya terhadapa mereka disaat-saat genting kehidupan mereka. Namun tidak ada satu wargapun yang perduli terhadap Geront, semua mengabaikannya karena sosok Geront yang mereka kenal adalah anak manja yang tidak berbakti kepada orang tuanya. Tidak ada yang memberikan makanan kepada Geront, dengan rasa marah dan dendam meciptakan rasa sakit yang teramat sangat Geront memutuskan mengembara meninggalkan desa tersebut, Ia bertahan hidup dari buah-buahan liar dihutan.
Pada akhir perjalanan panjangnya, Geront pun tiba disebuat desa yang berpenduduk sangat sedikit, Hanya sekitar 6 kepala keluarga. Dan di desa inilah Geront bertemu seorang nenek yang hidup sendiri, kepada orang inilah geront mengadu apa yang telah menimpanya dan bagaimana para penduduk desa yang tidak menerimanya dengan baik dan melupakan jasa-jasa  Almalhum kedua orang tuannya kepada mereka. Geront pun diterima di desa dan diangkat menjadi anak oleh nenek barunya tersebut, akhirnya Geront pun tumbuh dewasa dan merubah pola hidup serta belajar bagaimana cara-cara bertani, membuat makanan sendiri dan lain-lain, semua diajari oleh penduduk desa termasuk nenek barunya. Warga desa merasa iba dengan nasib buruk yang menimpa Geront. Geront menikah dengan wanita yang berasal dari desa tersebut dan memiliki 7 orang anak, saat hampir wafat Geront berpesan kepada anak-anaknya agar cerita dan pengalaman hidup geront harus terus diceritakan dari generasi ke generasi agar tidak ada yang mengalami nasib serupa seperti dirinya.
Berikut adalah beberapa pesan geront:
n  Jangan membanggakan harta dan kekayaan orang tuamu, karena kamu tidak pernah tahu kapan semua itu direnggut darimu
n  Jangan menjadi anak malas dan kerjakanlah apa yang sudah bisa kamu kerjakan, karena itu akan menjadi pengalaman yang berharga dikemudian hari
n  Jangan selalu mengandalkan orang tua mu, karena mereka tidak selamanya ada didalam kehidupanmu. Tapi cintailah meraka melebihi segalanya karena waktu mu bersama mereka tidak lebih panjang dari perjalanan sang matahari menerangi bumi.
n  Jangan mengharapkan balas budi dari orang lain atas jasa kamu dan orang tua mu, karena itu bisa saja membuat mu manja dan bersifat memberi dan mengharapkan kembali
Sekian cerita anak yatim ‘Geront’ dari desa ‘Enggkalangk’ semoga bisa menjadi referensi dalam kehidupan kita semua.
“SALAM PENULIS”

0 komentar:

Posting Komentar

silahkan memberi komentar dengan catatan harus sopan dan tidak menyinggung pihak manapun!!!
untuk hal yang bersifat pribadi silahkan kirimkan ke yerrydhankerz@gmail.com

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Web Hosting